Pemuda itu masih berumur 26 tahun. Masih teramat muda, ketika kejadian tragis menimpanya. September 2007, pada hari Minggu dia pergi ke gereja. Ketika Misa dimulai dan lagu pembukaan dilantunkan, tiba-tiba dia teringat ada sesuatu yang tertinggal di tempat kontrakannya. Tanpa pikir panjang dia pulang untuk mengambil barang yang tertinggal itu. Ketika berhenti di traffic light, dari belakang sebuah bus yang pecah ban menabraknya dan menyeret dia hingga sejauh 15 meter.
Tulang-tulang pemuda itu banyak yang patah dan remuk. Namun masih selamat ketika dia dilarikan ke rumah sakit. Dua hari dia dalam keadaan koma. Beberapa hari setelah sadar dokter yang merawatnya mengatakan bahwa dia akan meengalami lumpuh seumur hidup. Empat bulan dia terkapar tak berdaya di rumah sakit dan merasakan penderitaan yang sangat luar biasa. Puluhan juta habis sudah untuk biaya perawatannya.
Januari 2008 dia mulai dibawa pulang dan dirawat dirumah. Dia sudah mulai bisa bergerak dengan bantuan tongkat penyangga. Selama tiga bulan dia tak mampu lagi pergi ke gereja, namun selalu mendapat kiriman hosti dari paroki. Sampai suatu hari setelah dia menyambut hosti dia berdoa: "Ya Tuhan, sekiranya Engkau mengijinkan aku dapat berjalan, tentu hari ini aku mampu berjalan." Selesai berdoa dia mencari tongkatnya, namun tongkat itu tidak ada disamping tempat duduknya. Tongkat itu telah bergeser jauh, entah siapa yang meletakkannya disana. Biasanya dia masih dapat meraih dengan cara merambat, namun kali ini tak ada pegangan untuk dia bisa merambat menuju tongkatnya. Maka dicobanya untuk melangkah. Satu langkah...... dua langkah...... tga langkah...... hingga lima langkah pertama dapat dia lakukan. Muncul semangat besar dalam dirinya bahwa Tuhan menjawab doanya, Tuhan menyembuhkan dia. Maka dia pun mulai belajar berjalan tanpa tongkat.
Beberapa hari yang lalu aku bertemu dengan pemuda itu di depan Goa Maria Jatiningsih (daerah Klepu, +/- 20 km arah barat Yogyakarta). Dia bercerita padaku tentang apa yang pernah dia alami. Sungguh aku melihat sebuah mukjizat telah terjadi. Sebuah kalimat yang meluncur dari mulutnya dan terekam dalam benakku hingga saat ini adalah, "Tuhan itu sungguh ada." Meski saat berjalan masih tampak pincang namun semangat besar dalam dirinya tampak menyala. Akupun semakin kagum ketika mendengar bahwa dia diterima bekerja sebagai Satpam meski keadaannya demikian.
Menghadap ke sungai Progo yang mengalir jauh dibawah kami, aku dengan tulus menyampaikan ucapan terima kasihku padanya, karena kesaksiannya menjadi penguat keyakinanku, bahwa Tuhan sungguh ada dan nyata dalam hdup kita. Hal yang mustahil dimata manusia telah terjadi karena iman yang kuat akan kasih Tuhan. Disampingku duduk seorang pemuda yang menemukan dan mengalami mukjizat Ekaristi.
Aku menoleh sejenak padanya. Kulihat kedua matanya menerawang jauh kedepan, masih ada rasa galau dalam hatinya, adakah gadis yang mau hiduo dengannya?
sumber:
"Ranting Embun"; 21 Desember 2008; No.51/Th.III/12/2008
1 comment:
saya sungguh terharu dengan kisah anda diatas. saya seorang katolik. sudah sangat lama saya tidak berdoa dan tidak ke gereja.beberapa waktu lalu, saya pernah ke gereja untuk ikut misa, duduk didalam gereja dan keluar lagi, pulang. Paskah tahun lalu, saat Jumad Agung, saya sudah duduk didalam gereja, tapi saya keluar lagi dan pulang. sampai saat ini saya tidak mengingat lagi untuk berdoa apalagi untuk pergi misa di gereja. saya tidak pernah percaya dengan cerita-cerita tentang kekuatan doa atau mujizat doa dan saya tidak pernah melihat bukti nyata nya.maafkan saya kalau saya berkata seperti ini.iman saya sepertinya sudah tidak ada lagi, mengambang lepas.
Post a Comment